Are humans born good or evil? Which one do you believe? And why?
Saya percaya semua manusia terlahir dengan tabiat baik. Tapi saya juga percaya bahwa tidak ada manusia satupun yang bertumbuh dengan kebaikan sesuci saat pertama datang ke bumi. Karena manusia, dengan kebaikan dan keburukannya, serba memiliki keterbatasan. Terlalu banyak campur tangan lingkungan dan kalangan yang menjadikan pengalaman berubah. Tiap peristiwa yang dilihat mata, yang didengar telinga, yang kemudian diproses pikiran, dan yang akhirnya diterjemahkan perasaan, semua juga terus berubah dalam runtunannya.
Suatu saat, cinta yang dengan berlimpah diberi, akan habis oleh keterbatasan keyakinan.
Suatu saat, perlindungan yang dengan aman dibangun, akan runtuh oleh keterbatasan kesanggupan.
Suatu saat, janji yang dengan lantang diikrarkan, akan hancur oleh keterbatasan kepercayaan.
Suatu saat, peluk yang dengan ikhlas didekapkan, akan sirna oleh keterbatasan kepahaman.
Manusia dengan keterbatasannya— untuk tetap yakin, untuk tetap sanggup, untuk selalu percaya, dan untuk selalu paham, yang menjadikannya buruk tak berbatas.
Pada satu atau beberapa titik dalam garis kehidupan, dua manusia yang baik-baik saja, akan mengecewakan satu sama lain. Pada sedikit atau banyak perkara dalam garis kebersamaan, dua manusia yang baik-baik saja, akan saling menjatuhkan.
Manusia dengan keterbatasannya— untuk tetap dan selalu baik-baik saja, yang menjadikannya buruk tak berbatas.
Yang termalang dari semua itu adalah kenyataan bahwa manusia yang paling dekat dengan jantung hatimu, ialah manusia yang paling dekat untuk menikamnya.
Ibumu? Bapakmu? Saudaramu? Mereka semua, tanpa terkecuali. Mereka yang darahnya mengalir dalam hulu dan hilir yang sama denganmu. Kekasihmu? Sahabatmu? Mereka semua, tanpa terkecuali. Mereka yang kisahnya tertulis dalam halaman yang sama denganmu. Mereka, manusia-manusia yang rangkulannya untukmu, menenangkanmu lebih dari yang lainnya. Mereka, manusia-manusia yang penghakimannya terhadapmu, membunuhmu lebih dari yang lainnya.
Manusia dengan keterbatasannya— untuk tidak mengadili dan menyudutkan sebelah sisi, yang menjadikannya buruk tak berbatas.
Hanya karena seseorang terlihat lebih keras kepala, bukan berarti orang itu tidak bisa sakit hati.
Hanya karena seseorang terlihat lebih tenang, bukan berarti orang itu tidak punya kuasa untuk menyakiti hati.
Hanya karena seseorang dianggap sudah dewasa, bukan berarti orang itu tidak berhak menunggu maaf dan harus mengalah.
Hanya karena seseorang masih dibayi-bayikan, bukan berarti orang itu berhak lari dari maaf dan tidak belajar untuk lebih berperasaan.