Jul 24, 2020

Manusia (3)

Are humans born good or evil? Which one do you believe? And why?

Saya percaya semua manusia terlahir dengan tabiat baik. Tapi saya juga percaya bahwa tidak ada manusia satupun yang bertumbuh dengan kebaikan sesuci saat pertama datang ke bumi. Karena manusia, dengan kebaikan dan keburukannya, serba memiliki keterbatasan. Terlalu banyak campur tangan lingkungan dan kalangan yang menjadikan pengalaman berubah. Tiap peristiwa yang dilihat mata, yang didengar telinga, yang kemudian diproses pikiran, dan yang akhirnya diterjemahkan perasaan, semua juga terus berubah dalam runtunannya.

Suatu saat, cinta yang dengan berlimpah diberi, akan habis oleh keterbatasan keyakinan.
Suatu saat, perlindungan yang dengan aman dibangun, akan runtuh oleh keterbatasan kesanggupan.
Suatu saat, janji yang dengan lantang diikrarkan, akan hancur oleh keterbatasan kepercayaan.
Suatu saat, peluk yang dengan ikhlas didekapkan, akan sirna oleh keterbatasan kepahaman.
Manusia dengan keterbatasannya— untuk tetap yakin, untuk tetap sanggup, untuk selalu percaya, dan untuk selalu paham, yang menjadikannya buruk tak berbatas.

Pada satu atau beberapa titik dalam garis kehidupan, dua manusia yang baik-baik saja, akan mengecewakan satu sama lain. Pada sedikit atau banyak perkara dalam garis kebersamaan, dua manusia yang baik-baik saja, akan saling menjatuhkan.
Manusia dengan keterbatasannya— untuk tetap dan selalu baik-baik saja, yang menjadikannya buruk tak berbatas.

Yang termalang dari semua itu adalah kenyataan bahwa manusia yang paling dekat dengan jantung hatimu, ialah manusia yang paling dekat untuk menikamnya.
Ibumu? Bapakmu? Saudaramu? Mereka semua, tanpa terkecuali. Mereka yang darahnya mengalir dalam hulu dan hilir yang sama denganmu. Kekasihmu? Sahabatmu? Mereka semua, tanpa terkecuali. Mereka yang kisahnya tertulis dalam halaman yang sama denganmu. Mereka, manusia-manusia yang rangkulannya untukmu, menenangkanmu lebih dari yang lainnya. Mereka, manusia-manusia yang penghakimannya terhadapmu, membunuhmu lebih dari yang lainnya.
Manusia dengan keterbatasannya— untuk tidak mengadili dan menyudutkan sebelah sisi, yang menjadikannya buruk tak berbatas.


Hanya karena seseorang terlihat lebih keras kepala, bukan berarti orang itu tidak bisa sakit hati. 
Hanya karena seseorang terlihat lebih tenang, bukan berarti orang itu tidak punya kuasa untuk menyakiti hati.
Hanya karena seseorang dianggap sudah dewasa, bukan berarti orang itu tidak berhak menunggu maaf dan harus mengalah.
Hanya karena seseorang masih dibayi-bayikan, bukan berarti orang itu berhak lari dari maaf dan tidak belajar untuk lebih berperasaan.

Jun 26, 2020

Selamat mati...

Hhh...

Kini tlah kulupakan benci itu.
Tlah kuluapkan sentimen itu.
Semua yang serba terlalu itu,
bahkan tidak layak untukmu.

Aku selalu bilang, bukan?
Kamu tidak akan benar-benar paham,
damai yang begitu lestari,
sebelum celaka yang begitu binasa.

Kamu memberi aku celaka itu,
tapi aku tinggal dalam damai ini.

Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un...

Selamat mati, bajingan tamak.
Salam damai.

Hahaha...

May 30, 2020

Angin di Musim Kemarau

Jadi begini rasanya...
menjemput rasa takut.

Ternyata disini titik pasrah...
setelah berkali antusias,
namun berkali pula kandas.

Sia-sia menjaring angin;
terasa ada,
tertangkap tidak...

Jan 23, 2019

Dari Aku Untuk Aku

Semoga selalu ingat bahwa:

Banyak hal yang begitu berharga hingga tidak bisa ditebus dengan nilai uang berapa pun...
Banyak kecewa yang begitu dalam hingga tidak bisa dimaklumi dengan alasan logis pun...
Banyak rasa sakit yang begitu melukai hingga tidak bisa diampuni dengan sembah sujud maaf pun...
Banyak rasa lelah yang begitu menguras hingga tidak bisa disembuhkan dengan istirahat ratusan jam pun...

Tidak selalu kesempatan ada dalam genggam dan kendali kita... (Bersyukur ada/tidak)
Tidak selalu keberuntungan dan kebahagiaan ada dalam langkah dan pilihan kita... (Bersyukur ada/tidak)

Turunkan ego untuk yang disayangi...
Lepaskan gengsi untuk yang dikasihi...
Waktu yang sudah hilang tidak bisa dibeli...
Nyawa yang sudah mati tidak bisa diganti...

Yang punya pikiran bukan hanya kamu,
jangan selalu merasa paling pintar...
Yang punya perasaan bukan hanya kamu,
jangan selalu merasa paling benar...

Untuk sekarang,
sabar..., sabar..., sabar...
penilaianmu tidak selalu lebih baik dari pertimbangan orang lain...

Oct 12, 2018

Mereka pikir semua ini tentang saya. Mereka sangka semua datangnya dari keributan kepala saya. Mereka anggap saya pencipta persoalan yang sebetulnya tidak ada.

Padahal ini karena saya tahu semua yang terjadi. Mereka kira telinga saya tidak mendengar; semua percakapan saling menyalahkan itu. Mereka kira mata saya tidak menyaksikan; dialog adu ego itu.

Semua ini tentang mereka.

Katanya saya tidak menghargai keberadaan dan kesabaran mereka. Katanya saya tidak menghormati usaha dan upaya mereka.
Bolehkah saya bilang ini? Bahwa fakta saya masih bertahan hidup dan waras hingga hari ini- adalah penghargaan dan penghormatan terbesar saya untuk mereka.

You can't force someone to be okay when they're not. You can't force someone to talk when it's already too loud inside their heads. Just, stay, and let them take their time, why is that so hard? They're not happy with this too, they're blaming their feelings too, they're judging their choices too, they're searching for themselves too.

Now I know for sure, it's a curse, that i feel too much, about everything, about every little thing.

Oct 6, 2018

Pamit

Aku adalah batu besar,
yang mengikat kaki mereka di tengah laut dalam.

Lepaslah aku,
bernafaslah...

Biarlah aku,
berbahagialah...

Tak mengapa,
ketika semua ini berakhir,
tak mengapa,
sungguh tak mengapa...

Bernafaslah..
Berbahagialah...

Terima kasih,
sudah menghadirkanku di bumi.

Sep 22, 2018

Perbatasan

Sebelumnya, aku minta maaf.
Aku minta maaf karena ruang hatiku terlalu besar untuk bersamamu hingga kamu tidak mampu memenuhinya, dan pergi.
Aku minta maaf karena luang waktuku terlalu banyak untuk bersamamu hingga kamu tidak sanggup mengisinya, dan hilang.

Setelahnya, aku minta maaf.
Aku minta maaf karena sudah terlambat untuk kamu mengerti bahwa ruang dan luang adalah yang kamu perlu.
Aku minta maaf karena sudah percuma untuk kamu menyadari bahwa bersamaku adalah yang kamu mau.

Kepada diriku sendiri, aku minta maaf.
Karena terus mendusta dan menyangkal.
Karena berlagak tegar dan bersikeras.
Hanya karena dia pergi dan hilang.

Padahal di perbatasan antara sebelum dan setelahnya,
aku sudah berdiri di atas paku.